• DAERAH

    Masyarakat diminta hati-hati dan waspada adalah agar jangan terlibat dalam politik

  • NASIONAL

    Rael Count KPU RI Hasil Hituang Suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, sampai tanggal 19 Februari pukul 20.15 WIB

  • NASIONAL

    Real Count KPU RI Hasil Hitung Suara Legislatif DPR RI 2024, sampai tanggal 19 Februari 2024 pukul 20:00 WIB

  • PENDIDIKAN

    Demikian dikatakan Kepala SMPK Sta. Familia, Sikumana – Kota Kupang, Sr. Maria Regina Manis, PRR kepada wartawan

  • PENDIDIKAN

    Linus Lusi, mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVI yang telah melakukan kegiatan ini

Senin, 27 Maret 2023

Polres Nagekeo Diminta SP3 Kasus Pasar Danga Karena Dibaliknya Ada 99 Persen Kepentingan Politik


Jakarta, Voice News.Id - Diduga ada 99 persen Kepentingan Politik Dibalik Kasus Rehabilitasi/Penataan Pasar Danga, Mbay, Kabupaten Nagekeo - NTT yang saat ini sedang disidik oleh Kepolisian Resort (Polres) Nagekeo.  Seharusnya kepentingan yang mendorong dibukanya kasus ini adalah kepentingan politik penegakan hukum. Karena itu, Polres Nagekeo diminta untuk segera menghentikan penyidikan (menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan/SP3, red) jika tak ingin di Pra-peradilan.


Demikian tanggapan Ketua Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus, SH ketika dimintai tanggapannya terkait kasus dugaan pemusnahan aset berupa 4 los pasar Danga (yang ternyata masih ada, red) yang sedang disidik oleh Polres Nagekeo saat ini.

“Empat los pasar yang oleh penyidik Polres Nagekeo diduga telah dibongkar saat rehab/penataan pasar Danga tahun 2019, ternyata masih ada dan sedang digunakan oleh pedagang hingga saat ini. Sedangkan yang dibongkar saat itu, ternyata bangunan rusak yang sudah tidak bernilai dan tidak tercatat dalam aset daerah. Memang kelihatannya ada yang tidak beres. Saya bisa menduga ada 99 persen kepentingan politiknya dibalik kasus itu. Karena kalau murni, nggak mungkin itu dijadikan kasus korupsi. Ini terlalu dipaksakan,” tandas Petrus Salestinus.

Menurut Salestinus, publik Nagekeo curiga terhadap itikad baik Polres Nagekeo di balik pengungkapan kasus tersebut. Mengingat kasus tersebut sudah lama dipolemikan dan ternyata tidak terdapat fakta yang mengarah kepada tipikor. Namun anehnya, sekarang Polres Nagekeo gencar dan ujug-ujug telah menetapkan 3 orang tersangka bahkan disebut-sebut target operasinya mengarah ke Bupati Nagekeo saat ini.

“Jika targetnya benar demikian, maka penyidikan kasus ini sudah tidak murni penegakan hukum, karena patut diduga ada campur tangan legislatif, bahkan ada campur tangan uang di balik agenda pengungkapan dugaan korupsi dimaksud,” ungkap Salestinus.

Ia menilai penyidik Polres Nagekeo salah kaprah dan keliru dalam pulbaket (pengumpulan bahan dan keterangan, red) atau tanpa pulbaket. “Saya lihat penyidik sudah salah kaprah dan keliru dalam mengidentifikasi objek penyelidikan dan penyidikan sehingga subyek hukum yang menjadi targetpun menjadi eror dan berimplikasi salah mengenai orang apalagi ini bukan peristiwa pidana korupsi. Bangunan lain yang dibongkar, tapi penyidik menghitung kerugian negara dari bangunan yang masih berdiri dan sedang digunakan pedagang hingga saat ini,” beber Salestinus.

Bahkan, lanjutnya, penyidik sudah kehilangan arah sehingga mengait-ngaitkan pembongkaran bangunan tua (yang dibangun sejak tahun 1984, red) dengan proyek pembangunan pasar di tahun-tahun berikutnya. “Yang dilidik dan disidik dugaan pemusnahan aset tapi dibuat seolah-olah kasus korupsi supaya bisa menjerat Bupati. Kalau melihatnya demikian, mengapa baru sekarang Polres Nagekeo melek dan ujug-ujug jadi korupsi. Ini tidak benar, harus dikoreksi dan mengada-ada. Karenanya segera di SP3-kan atau Polres akan menghadapi Pra-peradilan dan upaya hukum lainnya,” tandas Salestinus.

Apalagi saat ini, lanjutnya, mencuat fakta baru bahwa 4 los pasar (yang diduga oleh penyidik Polres Nagekeo telah dibongkar, red), ternyata masih ada dan sedang digunakan oleh para pedagang. “Kalaupun bangunan lain yang dibongkar itu (bangunan tahun 1984, red) masih memiliki nilai buku/ekonomisnya, maka masalah itu hanya masuk dalam ranah perdata,” kata Salestinus.

Menurut Sakestinus, tidak ada unsur melawan hukum dalam Rehab Pasar Danga tahun 2019 karena Bupati Nagekeo memiliki kewenangan mengeluarkan kebijakan untuk direnovasi. “Renovasi/rehab itu tidak saja untuk menaikan nilai ekonomis bangunan, tetapi juga menaikan harkat dan martabat para pedagang atau para papalele yang adalah masyarakat lokal Nagekeo sendiri,” jelas Salestinus.

Salestinus menduga, ada intervensi pihak di luar Polres Nagekeo. “Jadi ini namanya penyidikan korupsi untuk korupsi, karena ada campur tangan (eksekutif atau legislatif atau yudikatif, red) atau karena campur tangan kekuasaan uang. Persoalan renovasi pasar Danga tahun 2019, tidak bisa dikualifikasi sebagai Tindak Pidana Korupsi. Karena faktanya 4 los Pasar Danga yang diduga dimusnahkan masih masih ada dan sedang digunakan,” bebernya.

Sedang los pasar yang dibangun tahun 1984, lanjut Sakestinus, telah direnovasi dengan membangun los pasar baru sehingga menjadi bernilai ekonomis tinggi dan mendatangkan PAD bagi Pemkab Nagekeo. “Para pedagang pengguna Los pasar tersebut yang meminta direhab.  Aggarannya juga merupakan sumbangan pengusaha. Lalu salahnya di mana? Kerugian negaranya dari mana?” bebernya.

Jadi proses penyidikan yang dilakukan Polres Nagekeo dalam kasus tersebut, jelas Salestinus, sama sekali tidak mengedukasi masyarakat. “Karena tidak mempunyai nilai pendidikan politik yang baik, karena berusaha mengaburkan fakta-fakta terutama niat baik pemerintah daerah untuk mengangkat harkat dan martabat para pedangang secara layak dan manusiawi,” ungkapnya.

Rehabilitasi Pasar Danga tahun 2019 tersebut, lanjut Salestinus, dilakukan melalui kebijakan pemerintah daerah tanpa menggunakan uang negara. “Terus salahnya dimana? Kok dibilang penghapusan aset? Nomenklatur penghapusan aset itu seperti apa? Kan asetnya tetap ada, hanya bangunan tua yang tidak bernilai lagi itu kemudian diganti  dan dibangun lagi bangunan yang sesuai  dan asas manfaatnya  sudah dirasakan oleh masyarakat. Unsur korupsi yang dimaksud kan oleh Polres Nagekeo itu dimana ? Tanahnya kan tetap ada, ataukah ada bukti uang yang dikorupsi?" ujarnya.

Menurutnya, setiap pejabat memiliki kewenangan Diskresi, yang secara hukum diberikan oleh UU untuk melakukan tindakan tertentu yang tidak diatur dalam UU demi kemaslahatan masyarakat dan bisa dipertanggungjawabkan.

Penyidik, lanjut Salestinus, terlalu memaksakan kasus tersebut menjadi peristiwa pidana korupsi. “Harusnya mereka  bisa membedakan antara kegiatan rehabilitasi untuk kemaslahatan para pedagang dan penghancuran untuk mengisi pundi-pundi pejabat,” ujarnya.

 Ia menjelaskan, saat rehab Pasar Danga tahun 2019, Pemkab Nagekeo membongkar  bangunan lama ( yang dibangun sejak tahun 1984, red)  yang sudah tidak bernilai dan tidak tercatat sebaga aset daerah saat penyerahan dari Pemkab Ngada. “Kemudian di atas lahan tersebut di bangun bangunan baru (2 unit Los pasar dan MCK dari sumbangan pengusaha, red). Itu nomenklaturnya rehab, bukan pemusnahan,” jelasnya.

Misalnya, Salestinus mencontohkan, ada jalan milik negara/daerah yang dibongkar untuk perbaikan drainase yang tersumbat. Kemudian dibangun drainase yang baru yang lebih bagus dan jalan tersebut diperbaiki kembali. “Apakah itu dapat dikategorikan Tipikor? Penyidik Polres Nagekeo harus jeli dan hati-hati melihat ini. Jangan asal proses hukum karena ada embel-embel di balik itu,” kritik Salestinus.

Selestinus juga mempertanyakan asal usul kerugian negara yang ditetapkan penyidik Polres Nagekeo. "Kalau Los pasar senilai Rp 300-an juta itu masih ada. Dan ternyata Los yang dibongkar itu adalah bangunan lain (yang sudah tidak ada nilai bukunya sehingga tidak tercatat sebagai aset daerah sejak penyerahan aset oleh Pemkab Ngada ke Pemkab Nagekeo, red), terus korupsinya dimana?” kritinya.

Apalagi, lanjut Salestinus, anggaran rehab/revitalisasi pasar tersebut bukan berasal dari uang negara. “Tidak ada uang negara yang digunakan untuk rehab/revitalisasi  pasar Danga tahun 2019. Lalu uang darimana yang dikorupsi oleh para tersangka? Sebaliknya, justru negara/daerah diuntungkan senilai Rp 200-an juta. Orang nyumbang ke negara kok dipidana? Yang benar saja Pak Kapolres?” kritiknya lagi.

Kapolres Nagekeo, AKBP Yuda Pranata yang dikonfirmasi Tim Media ini melalui pesan WhatsApp sejak Sabtu (25/3/23), tidak memberikan respon hingga berita ini ditayang.

Seperti diberitakan berbagai media sebelumnya, Polres Nagekeo menetapkan 3 orang tersangka dalam kasus dugaan pemusnahan aset daerah berupa 4 Los pasar Sangat, Mbay dengan nilai perolehan sekitar Rp 300-an juta. Namun ternyata terungkap fakta bahwa 4 unit pasar tersebut masih ada dan sedang digunakan oleh para pedagang. (vn/tim)

Share:

Sabtu, 25 Maret 2023

Diduga Ketua DPRD Nagekeo Sengaja Politisir Pembangunan Bandara Surabaya II Demi Pilkada Nagekeo 2024


Jakarta, Voice News.Id- Ketua DPRD Kabupaten Nagekeo, Marselinus Ajo Bupu alias Seli Ajo diduga  sengaja mempolitisir masalah Kajian Penempatan Lokasi (Penlok) Pembangunan Bandara Surabaya II Mbay, Kabupaten Nagekeo-NTT demi kepentingan Pilkada Nagekeo Tahun 2024 nanti.

Demikian dikatakan praktisi hukum, Kasmirus Bara  Bheri  (yang juga Ketua Satgas Anti Korupsi DPD Golkar NTT, red) ketika dimintai tanggapannya melalui sambungan salulernya pada Jumat (23/3/23) terkait pembangunan Bandara Surabaya II yang dipolemikkan Ketua DPRD Nagekeo Seli Ajo seolah-olah telah terjadi dugaan kerugian negara Rp 2 M (versi Seli Ajo, red) karena Pemkab Nagekeo melakukan Kajian Penlok Bandara Tahun 2021 pada lokasi yang sama dengan Kajian Penlok tahun 2011.

    Kasmirus Bara Bhery


“Saya barusan selesai pertemuan dengan teman-teman di Jakarta sini, kami cukup heran saat membaca pernyataan Pak Ketua DPRD Nagekeo (Seli Ajo, red) dalam Jumpa Pers seolah-olah Pak Ketua tidak tahu menahu tentang Kajian Penlok Tahun 2021. Padahal Pak Ketua yang mengetok palu untuk menetapkan Perda APBD Nagekeo Tahun 2021 (yang didalamnya ada alokasi anggaran sekitar Rp 1,6 M untuk kegiatan Kajian Penlok Tahun 2021, red). Ini sangat aneh. Kalau begini, siapa saja bisa menduga Pak Ketua sengaja mempolitisir kasus yang sedang diselidiki Polres Nagekeo untuk kepentingan politik menjelang Pilkada 2024 nanti,” ungkap Kasmirus Bhery.

Kasmirus menjelaskan, Alokasi anggaran tersebut melalui pembahasan panjang di DPRD Nagekeo sebelum ditetapkan. “Kalau menurut Pak Ketua bahwa Kajian Penlok 2021 itu tidak perlu dilakukan karena tumpang tindih pada lokasi yang sama, mengapa Pak Ketua Ketok Palu untuk menyetujui anggaran itu? Kalau secara lembaga, DPRD Nagekeo telah menyetujui anggaran itu, lalu mengapa sekarang Pak Ketua mempersoalkan lagi anggaran Penlok tersebut? Ini aneh ! Pak Ketua DPRD Nagekeo perlu mengklarifikasi hal ini agar tidak menimbulkan opini liar di masyarakat,” tandasnya.

Apalagi, lanjut Kasmirus,  Ketua DPRD Nagekeo, Seli Ajo juga ikut dalam Kegiatan Evaluasi Hasil  Kajian Teknis Penlok Bandara Surabaya II Tahun 2021 di Ruang Rapat Gedung Karya Lt. 22 Kemenhub Jakarta, tanggal 26 Januari 2021. "Tapi mengapa Pak Ketua pura-pura tidak tahu tentang pemindahan lokasi bandara dari tanah milik TNI-AD (seluas 90 hektar) ke tanah milik Pemkab Nagekeo (seluas 49 hektar di bekas Bandara Surabaya II yang dibangun Jepang, red). Bahkan Pak Ketua terkesan ‘cuci tangan’ soal itu?” bebernya.

Ia meminta agar masalah tersebut diklarifikasi secara benar dan jujur oleh Ketua DPRD Nagekeo, Seli Ajo.

 “Apalagi saat ini juga beredar informasi di masyarakat yang menyebutkan bahwa Pak Ketua ingin maju lagi di Pilkada Nagekeo pada tahun 2024 nanti, berpasangan dengan Bupati Don tapi ditolak. Jadi kita harap, janganlah merekayasa kasus untuk kepentingan politik. Apalagi untuk balas dendam politik dan jegal-menjegal di Pilkada 2024,” tandas Bhery.

Pembangunan Bandara Surabaya II, lanjut Cezar, sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi masyarakat Nagekeo dan Flores pada umumnya.

 “Ini merupakan salah satu program Presiden Jokowi melalui Kementerian Perhubungan untuk masyarakat Flores,” ujarnya.

Karena itu Politisi DPD I partai Golkar NTT ini  mengingatkan semua pihak agar tidak menghalang-halangi pembangunan Bandara Surabaya II. 

“Saya perlu ingatkan Pak Ketua agar jangan membangun opini sesat seolah-oleh Kajian Penlok bandara tahun 2021 tidak dipakai sehingga bisa dianggap total lost dan merugikan keuangan negara. Itu tindakan yang sangat tidak patut,” kritiknya.

Ia juga mengingatkan Polres Nagekeo agar jangan sampai mengkriminalisasi pihak-pihak yang terlibat dalam pembangunan Bandara Surabaya II. 

 “Bandara ini dibutuhkan saat peresmian Waduk Mbay oleh Presiden Jokowi yang direncanakan tahun 2024. Jadi jangan sampai terjadi kriminalisasi hanya sekedar untuk menghalang-halangi pembangunan bandara,” tegasnya.

Menurut Kasmirus, Satgas Anti Korupsi Partai Golkar DPD I NTT telah membantuk Tim Investigasi untuk mengungkap Kasus Pasar Danga dan Bandara Surabaya II. 

“Hasilnya akan kami umumkan secara terang benderang kepada masyarakat dan masyarakat bisa membandingkannya dengan hasil penyelidikan aparat Polres Nagekeo. Ini juga merupakan wujud kontrol masyarakat terhadap kinerja APH, khususnya Polres Nagekeo yang menangani kedua kasus tersebut,” paparnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Bappelitbangda Kabupaten Nagekeo, NTT, Kasmir Dhoy mengatakan, kajian Penlok Bandara Surabaya II di Kota Mbay, Kabupaten Nagekeo, NTT Tahun 2021 mesti dilakukan untuk mengganti Penlok Bandara Surabaya II Tahun 2011 dan Hasil Peninjauan Kembali Penlok oleh Pemkab Nagekeo pada Tahun 2016 yang letak lokasi/areal pembangunan bandaranya masuk ke Tanah milik TNI-AD.

“Kajian Penlok Tahun 2021 mesti dilakukan untuk mengganti Penlok Tahun 2011 yang seluruh areal pembangunan Bandara baik sisi darat maupun sisi udaranya, masuk dalam tanah milik TNI-AD seluas 90 hektar. Jadi Kajian Penlok Tahun 2021 dilakukan untuk memindahkan lokasi bandara dari tanah milik TNI-AD ke tanah milik Pemkab Nagekeo (eks bandara Jepang/Sisa River Aerodrome). Jadi tidak benar kalau dikatakan Kajian Penlok Tahun 2021 dilakukan pada lokasi yang sama. Itu menyesatkan,” tandasnya.

Menurut Kasmir, Pemkab Nagekeo pada tahun 2016 melakukan peninjauan kembali Penlok Tahun 2011 (untuk memperbaharui Penlok 2011 yang kadaluarsa karena sudah lebih dari 5 tahun, red). “Namin sebagian besar lokasi/areal pembangunan Bandara, baik run way, apron dan taxi way-nya juga masih masuk di dalam tanah milik TNI-AD,” ungkap Kasmir.

Pemkab Nagekeo dan Departemen Perhubungan, lanjut Kasmir, telah melobi pihak TNI-AD untuk meminta Izin penggunaan tanah sekitar 90 hektar milik TNI-AD tersebut, namun pihak TNI-AD tidak dapat memberikan Izin karena tanah seluas 90 hektar tersebut telah ada rencana peruntukannya.

Jadi Penlok Tahun 2011 dan Peninjauan Kembali Penlok pada Tahun 2016, jelas Kasmir, tidak bisa digunakan sebagai acuan pembangunan bandara karena lokasi/areal pembangunan bandara berada di atas tanah milik TNI-AD (di sebelah Selatan areal lokasi Bandara Surabaya II saat ini, red).

Oleh karena itu, lanjut Kasmir, agar Bandara dapat dibangun maka mesti dilakukan Kajian Penlok baru. Pada tahun 2018, Pemkab Nagekeo melakukan pengukuran ulang lahan milik Pemkab yakni bekas Bandara Surabaya II. “Sehingga pada tahun 2020, terbitlah Sertifikat tanah Bandara Surabaya II seluas 49 hektar,” ujarnya.

Setelah terbit sertfikat tersebut, kata Kasmir, Pemkab Nagekeo memindahkan lokasi pembangunan Bandara dari tanah milik TNI kembali ke bekas Bandara Surabaya II. “Maka sesuai aturan, Pemkab Nagekeo mesti melakukan Kajian Penlok baru pada tanah milik Pemkab Nagekeo yakni pada lahan eks Bandara Surabaya II yang dibangun Jepang pada masa Perang Dunia II,” paparnya.

Menindaklanjuti hal itu, jelas Kasmir, pada tahun 2021 Pemkab Nagekeo melakukan Kajian Penlok baru untuk mengembalikan lokasi pembangunan Bandara pada lahan milik Pemkab Nagekeo seluas 49 hektar (eks bandara Jepang) yang oleh Sekutu disebut Sisa River Aerodrome. “Sejak pembangunan Jaringan Irigasi Mbay, lokasi ini memang sudah dipisahkan/dibebaskan untuk pembangunan bandara,” ujarnya.

Untuk pembiayaannya, Kasmir merincikan, alokasi anggaran untuk Kajian Penlok 2021 yang dilaksanakan oleh tim ahli dari PT LAPI melalui skema swakelola  sebesar Rp 1.694.542.287. Dari alokasi tersebut, Pagu anggaran Kegiatan Kajian Penlok sebesar Rp 1.500.000. Nilai Kontrak Swakelola yang ditandatangani sebesar Rp 1.496.535.000. Dari nilai kontrak tersebut, direalisasikan sebesar Rp 1.487.102.632.

Kasmir juga membantah, informasi yang menyebut bahwa dari realisasi kontrak sebesar Rp 1,487 M tersebut, dialokasikan biaya perjalanan dinas bolak-balik Jakarta mengurusi administrasi dan konsultasi sebesar Rp 500 juta. “Jadi tidak benar kalau dikatakan ada dana Perjalanan Dinas Rp 500 juta,” tegasnya.

Yang disesalkan Kasmir, informasi yang tidak benar tersebut justru berasal dari Ketua DPRD Kabupaten Nagekeo, Marselinus Ajo Bupu dalam konferensi persnya pada Senin (21/3/23). “Saya tegaskan, tidak ada dana Rp 2 M untuk Penlok dan dana Rp 500 juta untuk perjalanan dinas. Itu tidak benar dan menyesatkan,” tandasnya. (vn/tim)

Share:

Kamis, 23 Maret 2023

Kajian Penlok Bandara Surabaya II Tahun 2021 Untuk Ganti Penlok 2011 yang Masuk di Lahan Milik TNI



Kupang, Voice News.Id - Kajian Penempatan Lokasi (Penlok) Bandara Surabaya II di Kota Mbay, Kabupaten Nagekeo, NTT Tahun 2021 mesti dilakukan untuk mengganti Penlok Bandara Surabaya II Tahun 2011 dan Hasil Peninjauan Kembali Penlok oleh Pemkab Nagekeo pada Tahun 2016 yang letak lokasi/areal pembangunan bandaranya masuk ke Tanah milik TNI-AD.


Demikian dijelaskan Kepala Bappelitbangda Kabupaten Nagekeo, NTT, Kasmir Dhoy yang dikonfirmasi Tim Media ini melalui hanphone-nya pada Senin (20/3/2023) terkait masalah pembangunan BS II sebagaimana diberitakan berbagai media saat ini.


“Kajian Penlok Tahun 2021 mesti dilakukan untuk mengganti Penlok Tahun 2011 yang seluruh areal pembangunan Bandara baik sisi darat maupun sisi udaranya, masuk dalam tanah milik TNI-AD seluas 90 hektar. Jadi Kajian Penlok Tahun 2021 dilakukan untuk memindahkan lokasi bandara dari tanah milik TNI-AD ke tanah milik Pemkab Nagekeo (eks bandara Jepang/Sisa River Aerodrome). Jadi tidak benar kalau dikatakan Kajian Penlok Tahun 2021 dilakukan pada lokasi yang sama. Itu menyesatkan,” tandasnya.


Menurut Kasmir, Pemkab Nagekeo pada tahun 2016 melakukan peninjauan kembali Penlok Tahun 2011 (untuk memperbaharui Penlok 2011 yang kadaluarsa karena sudah lebih dari 5 tahun, red). “Namin sebagian besar lokasi/areal pembangunan Bandara, baik run way, apron dan taxi way-nya juga masih masuk di dalam tanah milik TNI-AD,” ungkap Kasmir.


Pemkab Nagekeo dan Departemen Perhubungan, lanjut Kasmir, telah melobi pihak TNI-AD untuk meminta Izin penggunaan tanah sekitar 90 hektar milik TNI-AD tersebut, namun pihak TNI-AD tidak dapat memberikan Izin karena tanah seluas 90 hektar tersebut telah ada rencana peruntukannya.


Jadi Penlok Tahun 2011 dan Peninjauan Kembali Penlok pada Tahun 2016, jelas Kasmir, tidak bisa digunakan sebagai acuan pembangunan bandara karena lokasi/areal pembangunan bandara berada di atas tanah milik TNI-AD (di sebelah Selatan areal lokasi Bandara Surabaya II saat ini, red).


Oleh karena itu, lanjut Kasmir, agar Bandara dapat dibangun maka mesti dilakukan Kajian Penlok baru. Pada tahun 2018, Pemkab Nagekeo melakukan pengukuran ulang lahan milik Pemkab yakni bekas Bandara Surabaya II. “Sehingga pada tahun 2020, terbitlah Sertifikat tanah Bandara Surabaya II seluas 49 hektar,” ujarnya.


Setelah terbit sertfikat tersebut, kata Kasmir, Pemkab Nagekeo memindahkan lokasi pembangunan Bandara dari tanah milik TNI kembali ke bekas Bandara Surabaya II. “Maka sesuai aturan, Pemkab Nagekeo mesti melakukan Kajian Penlok baru pada tanah milik Pemkab Nagekeo yakni pada lahan eks Bandara Surabaya II yang dibangun Jepang pada masa Perang Dunia II,” paparnya.


Menindaklanjuti hal itu, jelas Kasmir, pada tahun 2021 Pemkab Nagekeo melakukan Kajian Penlok baru untuk mengembalikan lokasi pembangunan Bandara pada lahan milik Pemkab Nagekeo seluas 49 hektar (eks bandara Jepang) yang oleh Sekutu disebut Sisa River Aerodrome. “Sejak pembangunan Jaringan Irigasi Mbay, lokasi ini memang sudah dipisahkan/dibebaskan untuk pembangunan bandara,” ujarnya.


Untuk pembiayaannya, Kasmir merincikan, alokasi anggaran untuk Kajian Penlok 2021 yang dilaksanakan oleh tim ahli dari PT LAPI melalui skema swakelola  sebesar Rp 1.694.542.287. Dari alokasi tersebut, Pagu anggaran Kegiatan Kajian Penlok sebesar Rp 1.500.000. Nilai Kontrak Swakelola yang ditandatangani sebesar Rp 1.496.535.000. Dari nilai kontrak tersebut, direalisasikan sebesar Rp 1.487.102.632.


Kasmir juga membantah, informasi yang menyebut bahwa dari realisasi kontrak sebesar Rp 1,487 M tersebut, dialokasikan biaya perjalanan dinas bolak-balik Jakarta mengurusi administrasi dan konsultasi sebesar Rp 500 juta. “Jadi tidak benar kalau dikatakan ada dana Perjalanan Dinas Rp 500 juta,” tegasnya.


Yang disesalkan Kasmir, informasi yang tidak benar tersebut justru berasal dari Ketua DPRD Kabupaten Nagekeo, Marselinus Ajo Bupu dalam konferensi persnya pada Senin (21/3/23). “Saya tegaskan, tidak ada dana Rp 2 M untuk Penlok dan dana Rp 500 juta untuk perjalanan dinas. Itu tidak benar dan menyesatkan,” tandasnya.


Mengenai Kajian Penlok yang di swakelola, Kasmir mengatakan, Bappelitbangda memiliki dasar hukum untuk melakukannya “Rujukannya adalah Permendagri Nomor 17 Tahun 2016 tentang Pedoman Penelitian dan Pengembangan yang mana pelaksanaan penelitian dan pengembangan yang dibutuhkan oleh Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah dilaksanakan secara swakelola dan/atau kerja sama dengan pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jelasnya.


Karena Pemkab Nagekeo belum memilik tenaga ahli yang dibutuhkan untuk kajian dimaksud, paparnya, maka berdasarkan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaaan Barang/Jasa Pemerintah dan Perka LKPP Nomor 3 tahun 2021 tentang Pedomaan Swakelola, Pemkab Nagekeo melalui Bappelitbangda melaksanakan Kontrak Swakelola Tipe II dengan Tim Pelaksana Swakelola dari Institut Teknologi Bandung yang dikoordinasikan dalam PT. LAPI ITB. “Dengan dukungan Tim Swakelola Tipe II dan Tim Kelitbangan, dokumen Kajian Bandara Surabaya II Tahun 2021 diharapkan lebih bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan” harap Kasmir. (vn/tim)

Share:

KASUS VINA TERBONGKAR

IKLAN BANNER

GALERY BUDAYA SUMBA

Label

PANORAMA PANTAI LAMALERA

BERITA TERBARU

GALERY BUDAYA MASYARAKAT SABU